Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aliran-aliran Ushul Fiqih dan Sumber-sumber Hukumnya


Perkembangan ushul fiqh melahirkan dua aliran/thariqah besar dalam ushul fiqh, yaitu: 

Pertama: Thariqah asySyafi'iyyah/Mutakallimin Aliran Pemikiran ini disebut dengan thariqah asy-Syafi'iyyah karena para tokoh -thariqah ini banyak yang berasal dari ulama mazhab asy-Syafi'i, seperti: alJuwaini dan al-Ghazali.

Selanjutnya disebut juga thariqah Mutakallimin, karena pengembang aliran ini juga banyak berasal dari ulama yang dikenal sebagai tokoh dalam ilmu kalam, seperti: Abi Hasan alBashri dan al-Qadhi Abdul Jabbar. Sebagaimana diketahui, al-Juwaini dan alGhazali yang disebut di atas juga dikenal sebagai tokoh dalam ilmu kalam. 
Khalimi (dalam Logika: Teori dan Aplikasi, hal 267 – 269) mengungkapkan bahwa Ilmu Kalam 358 Aliran Ushul Fiqh … AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM jauh lagi, aliran ini juga dikenal sebagai thariqah al-jumhur dalam ushul fiqh, karena dalam masalah fiqh, penganut aliran ini bukan saja berasal dari ulama Syafi'iyyah, tetapi juga dari ulama pengikut mazhab Maliki dan Hanbali. 

Dalam ushul fiqh, aliran Syafi'iyyah ditandai dengan sistematika pembahasannya yang murni bersifat ushul fiqh. Artinya, dalam melakukan pembahasan dan pengembangan kaidah-kaidah ushul fiqh, mereka tidak terpengaruh pada persoalanpersoalan hukum fiqh yang bersifat parsial (furu) yang banyak berbeda antara satu mazhab fiqh dan mazhab fiqh lainnya. Dengan demikian, pembahasan mereka hanya diarahkan pada pengembangan ilmu ushul fiqh saja. Ilmu ushul fiqh yang telah disusun inilah yang mereka jadikan sebagai alat untuk menghasilkan hukum-hukum fiqh yang baru. Selanjutnya, dengan ilmu ini jugalah mereka mengukur kebenaran pendapat-pendapat hukum fiqh yang bersifat parsial (furu) yang telah lebih dahulu ada.

Penulis ushul fiqh aliran mutakallimin bersifat lintas madzhab. Ada penulis dari kalangan Hanbali, seperti: Abu Ya’la (pengarang al-Uddah), Ibnu Qudamah (pengarang Rawdlah al-Nadzir wa Jannah al-Munadzir), Keluarga Ibnu Taimiyyah: Majduddin, Taqi al-Din, dan Ibnu Taimiyyah beserta ayah dan kakeknya (karangan ketiganya tercakup dalam kitab al-Musawwadah), Najm al-Din al-Thufi pengarang Mukhtashar al-Rawdlah dan Syarh Mukhtashar al-Rawdlah). 

Selain itu ada penulis dari kalangan Maliki, seperti: Ibnu Hajib (pengarang Muntaha al-Wushul (al-Sul) wa al-Alam fi Ilmay al-Ushul wa al-Jadal). Bahkan ada pula penulis dari kalangan Dzahiriyyah, seperti: Ibnu Hazm al-Andalusi (pengarang kitab al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam). Sebutan mutakallimin adalah sesuai dengan karakteristik penulisannya. Kaum mutakallimin adalah orang-orang yang banyak bergulat dengan pembahasan teologis dan banyak memanfaatkan pemikiran deduktif, termasuk logika Yunani. 

Orang-orang seperti Qadli Abdul Jabbar adalah seorang teolog Mu’tazilah. Imam Abu al-Husayn al-Bashri pun termasuk dalam aliran Mu’tazilah. Sementara itu, Imam Abu Bakar alBaqillani, yang menulis buku al-Taqrib wa al-Irsyad dan diringkas oleh Imam alJuwayni, dipandang sebagai Syaikh alUshuliyyin. Imam al-Juwayni sendiri, Imam al-Ghazali, dan Fakhruddin al-Razi adalah di antara tokoh-tokoh besar Asy’ariyyah penulis ushul fiqh. 

Ada pula penulis yang tidak menunjukkan kejelasan afiliasi teologis, tetapi menulis dengan pola 359 AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM Aliran Ushul Fiqh … mutakallimin, seperti Imam Abu Ishaq alSyirazi. Ada beberapa ciri khas penulisan ushul fiqh aliran Mutakallimin, antara lain: a. Penggunaan deduksi di dalamnya. Ushul fiqh mutakal-limin membahas kaidah-kaidah, baik disertai contoh maupun tidak. Kaidah-kaidah itulah yang menjadi pilar untuk pengambilan hukum. Jadi, kaidah dibuat dahulu sebelum digunakan dalam istimbath. Kaidah-kaidah tersebut utamanya berisi kaidah kebahasaan.

Adanya pembahasan mengenai teori kalam dan teori pengetahuan, seperti terdapat dalam al-Luma karya alSyirazi dan al-Ihkam karya al-Amidi. Teori kalam yang sering dibahas adalah tentang tahsin dan taqbih. Sementara itu, dalam pembahasan mengenai teori pengetahuan tersebut, dimasukkan pengertian ilmu dan terkadang dimasukkan pula muqaddimah mantiqiyyah (pengantar logika), sebagaimana terdapat dalam al-Mustashfa karya al-Ghazali, Rawdlah al-Nadzir karya Ibnu Qudamah, dan Muntaha al-Wushul (al-Sul) karya Ibnu Hajib.

Kedua: Madrasah Hanafiyyah/Fuqaha Aliran ini disebut dengan thariqah Hanafiyyah karena pada umumnya pengembang aliran ini adalah ulama pengikut mazhab Hanafi, seperti: alKarakhi, Abi Bakr ar-Razi, ad-Dabbusi, alBaidhawi, dan asy-Syarakhsyi. Selanjutnya, aliran ini disebut dengan thariqah alfuqaha, karena dalam mengembangkan pembahasan ushul fiqh, mereka terpengaruh dan diarahkan untuk mendukung hasil ijtihad para ulama pendahulu mereka dalam bidang hukum fiqh yang bersifat parsial (furu). Dalam hal ini, sistematika pembahasan mereka banyak menyertakan uraian contoh- contoh dalam bentuk hukum fiqh. Dengan kata lain, ushul fiqh yang mereka kembangkan berperan sebagai alat untuk mempertahankan pendapat- pendapat fiqh yang telah lebih dahulu ada. Jadi, berbeda dengan ushul fiqh thariqah asySyafi'iyyah yang menjadikan ilmu ushul fiqh sebagai alat untuk melahirkan hukumhukum fiqh, maka pada aliran ini, mereka menjadikan hukum-hukum fiqh yang telah ada, terutama hukum-hukum fiqh hasil ijtihad Imam Abu Hanifah dan muridmuridnya, sebagai pedoman untuk menyusun kaidah-kaidah ushul fiqh mereka. Karya ushul fiqh di kalangan Hanafi cukup banyak dikenal dan dirujuk. Kitabkitab ushul fiqh yang khas menunjukkan metode Hanafiyah antara lain: al-Fushul fi Ushul Fiqh karya Imam Abu Bakar al-Jashshash (Ushul alJashshash) sebagai pengantar Ahkam al-Quran, Taqwim al-Adillah karya Imam Abu Zayd al-Dabbusi, Kanz al-Wushul ila Ma’rifat alUshul karya Fakhr al-Islam alBazdawi, Ushul Fiqh karya Imam al-Sarakhsi (Ushul al-Syarakhsi).

Ketiga: Madrasah/Aliran Gabungan Pada perkembangannya muncul tren untuk menggabungkan kitab ushul fiqh aliran mutakallimin dan Hanafiyah. Metode penulisan ushul fiqh aliran gabungan adalah dengan membumikan kaidah ke dalam realitas persoalan-persoalan fiqh. Persoalan hukum yang dibahas imam-imam madzhab diulas dan ditunjukkan kaidah yang menjadi sandarannya. 360 Aliran Ushul Fiqh … AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM Karya-karya gabungan lahir dari kalangan Hanafi dan kemudian diikuti kalangan Syafi’iyyah. Dari kalangan Hanafi lahir kitab Badi’ al-Nidzam al-jami‘ bayn Kitabay al-Bazdawi wa alIhkam yang merupakan gabungan antara kitab Ushul karya al-Bazdawi dan alIhkam karya al-Amidi. Kitab tersebut ditulis oleh Mudzaffar al-Din Ahmad bin Ali al-Hanafi. Ada pula kitab Tanqih Ushul karya Shadr al-Syariah al-Hanafi. Kitab tersebut adalah ringkasan dari Kitab al-Mahshul karya Imam alRazi,Muntaha al-Wushul (al-Sul) karya Imam Ibnu Hajib, dan Ushul al-Bazdawi. Kitab tersebut ia syarah sendiri dengan judul karya Shadr al-Syari’ah al-Hanafi. Kemudian lahir kitab Syarh alTawdlih karya Sa’d al-Din al-Taftazani alSyafii dan Jam’ al-Jawami’ karya Taj alDin al-Subki al-Syafi’i.

Tiga aliran di atas adalah aliran utama dalam ushul fiqh. Sementara itu, aliran khusus adalah aliran yang mengkaji satu pokok bahasan ushul fiqh tertentu secara panjang lebar, seperti mengenai maslahah mursalah sebagaimana dilakukan oleh al-Syatibi dalam al-Muwafaqat atau oleh Muhammad Thahir ‘Asyur dalam Maqashid al-Syariah.


Sumber-sumber Hukum Ushul Fiqh


Adapun sumber-sumber hukum Islam yang dijadikan sebagai sumber hukum Ushul Fiqh diantaranya:

a) Al Qur’an

Lafadz Al Qur’an didalam uruf umum ialah kumpulan yang tertentu dari kalam Allah yang dibaca para hamba”. Al Qur’an dalam pengertian ini lebih terkenal dari lafadz al kitab dan lebih nyata. Karena al kitab juga dipakai untuk kitab-kitab yang lain, baik yang diturunkan kepada Nabi-Nabi maupun kitab-kitab lain. Al Qur’an adalah sinar Ilahi yang abadi, berkembang sinar cahayanya selama masih berkembang layar alam ini.

Allah menurunkan Al Qur’an bersuku-suku, berangsur-angsur, adalah untuk menerangkan suatu hukum atau untuk menjawab suatu soal atau fatwa, dalam tempo 23 tahun. Hikmahnya dilakukan demikian, ialah supaya mudah dihafal oleh Rosul dan dipahami, dan supaya menarik untuk mempelajari pengertian ibadah atau urusan-urusan akhirat juga mengandung urusan-urusan rahasia dan tujuannya, bahkan merupakan rahmat bagi seluruh ummat. Dan Al Qur’an ini, selain mengandung urusan-urusan ibadat atau urusan-urusan akhirat, juga mengandung urusan-urusan dunia.

Al Qur’an terdiri dari 114 surat. Kira-kira 500 ayat mengenai hukum, yang lain mengenai aqidah akhlak dan sebagainya. Hukum yang dicakupi Al Qur’an mengemukakan kaidah-kaidah kulliyah (global). Tidak menerangkan hukum secara terperinci. Dan karenanyalah mempunyai daya tahan sepanjang masa dan dapat sesuai dengan suasana dan kondisi tiap-tiap masyarakat. Yang demikian ini pula segi kemu’jizatannya. Kebanyakan hukumnya mujmal (global), perinciannya diserahkan kepada ahli ijtihad. Yang menjiwai hukum-hukumnya, adalah menolak kemelaratan.[8] 
b) As Sunnah

Yang dikehendaki dengan As Sunnah disini ialah “ segala yang dinukilkan dari Rasulullah SAW”.

As Sunnah adakala qauliyah yaitu hadist-hadist yang Nabi SAW Lafadhkan atau sabdakan, adakala fi’liyah yaitu sesuatu yang Nabi SAW kerjakan untuk disyariatkan dan adakala taqririyah, yaitu suatu perbuatan yang dikerjakan sahabat di hadapan Nabi SAW dan Nabi SAW mengetahui orang mengerjakan dan Nabi berdiam diri.

Sunnah ialah sumber yang kedua tasyri’/syari’at yang wajib kita ketahui. Sebagai bukti yang nyata bahwa Sunnah mempunyai daya hujjah dan menduduki tempat kedua sesudah Al Qur’an ialah sabda nabi SAW. Di dalam haji wada’: “aku tinggalkan padamu dua urusan, sekali-kali kamu tidak akan sesat sesudah keduanya : Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”. 

c) Ijma’

“kebulatan pendapat para mujtahidin dari umat Islam di sesuatu masa, sesudah berakhir zaman risalah terhadap sesuatu hukum syara’ ”

Untuk menetapkan adanya ijma’ hendaklah :

Berwujud ijma’ segala mujtahid terhadap sesuatu pendapat walaupun mereka berjumlah kecil asalkan tak ada lagi mujtahid yang dapat turut serta memberikan pendapat.

Berwujud kesepakatan seluruh para mujtahid.

Yang mereka ijma’i, masuk hukum syar’i yang dapat diwujudkan dengan ijtihad.

Ijma’ itu berlaku sesudah Rasul wafat.

Ijma’ ada yang bersifat kalami, atau qauli dan yang bersifat amali. Ke dalam kedua macam ijma’ ini, tidak diperlukan berkumpul para mujtahid disuatu majlis. Suara mereka dapat diambil dengan jalan mengumpulkan mereka dalam suatu kongres. 

d) Qiyas

“Menghubungkan suatu urusan yang tidak ada nashnya baik dari Al Qur’an maupun sunnah dengan yang dinashkan hukumnya karena bersekutu tentang ‘illat yang karenanya disyariatkan hukum”

Qiyas mempunyai empat rukun yaitu:

Maqis ‘alaihi (asal = pokok)

Maqis (furu’ = cabang)

Illat

Hukum pokok

Qiyas hanya dipergunakan terhadap kejadian yang tidak ada nash yang menentukan hukumnya dan qiyas itu tidak dapat dilakukan pada hukum-hukum yang sudah ada nashnya.

3 comments for "Aliran-aliran Ushul Fiqih dan Sumber-sumber Hukumnya"

Anonymous October 7, 2019 at 5:16 PM Delete Comment
joss bang bermanfaat
Anonymous October 7, 2019 at 5:16 PM Delete Comment
mantap
Anonymous October 31, 2019 at 9:11 AM Delete Comment
makasih bang