Pembaruan Pendidikan Islam
Lahirnya modernisasi atau pembaharuan di sebuah tempat akan selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat itu. Modernisasi atau pembaharuan bisa diartikan apa saja yang belum di pahami, di terima, atau dilaksanakan oleh penerima pembaharuan sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha perbaikan keadaan baik dari segi cara, konsep, dan serangkaian metode yang bias diterapkan dalam rangka menghantarkan keadaan yang lebih baik.
Dengan demikian, kalau kita kaitkan dengan pembaharuan pendidikan Islam akan memberi pengertian bagi kita, sebagai suatu upaya melakukan proses perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan pendidikan Islam dari yang tradisional (ortodox) kearah yang lebih rasional, dan professional sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu.[1]
Hal–hal Yang Melatar-belakangi Pembaharuan Pendidikan Islam.
Terpuruknya nilai–nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh barat yang pada waktu itu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam.
- Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system pendidikan Islam yang betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
- Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan phragmatik umat islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir.
Masa Pembaharuan Pendidikan Islam
Kebangkitan intelektual di Eropa telah memberikan kontribusi yang besar sekali bagi kemajuan Eropa. Semangat rasionalisme membuat negara-negara Eropa menjadi kuat baik militer, ekonomi maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Kini keadaan menjadi berbalik, jika sebelumnya Islam memiliki kekuatan yang besar baik politik, ekonomi maupun ilmu pengetahuan sehingga dapat mengalahkan dan menguasai beberapa wilayah Barat, seperti Spanyol, Sialia, Asia kecil dan Balkan, maka sekarang Barat yang maju sedangkan Islam tidak lagi memiliki kekuatan yang dapat dibanggakan.[2]
Menurut sebagian tokoh-tokoh pembaharu Islam, salah satu penyebab kemunduran umat Islam adalah melemah dan merosotnya kualitas pendidikan Islam. Untuk mengembalikan kekuatan pendidikan Islam yang sempat hilang maka bermuncullah gagasan-gagasan tentang pembaharu pendidikan Islam.
Pembaharu pendidikan Islam pertama kali dimulai di kerajaan Utsmani. Faktor yang melatarbelakangi gerakan pembaharu pendidikan bermula dari kekalahan-kekalahan kerajaan Utsmani dalam peperangan dengan Eropa. Kekalahan tentara Turki pada pertempuran di dekat Wina memaksa Turki menandatangani perjanjian Carlowite pada 1699 M yang berisi penyerahan daerah Hiongaria kepada Australia, daerah Podolia kepada Polandia dan daerah Azov kepada Rusia.
Kekalahan demi kekalahan yang dialami kerajaan Utsmani menyebabkan Sultan Ahmad III (1703-1713 M) amat prihatin,[3] kemudian ia menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan yang dimiliki Barat, Sultan Ahmad III lalu mengambil tindakan dengan mengirimkan duta-duta besar untuk mempelajari kemajuan Eropa, terutama di bidang militer dan kemajuan ilmu pengetahuan.[4]
Selain di bidang militer, Turki juga membangun di bidang lain seperti ekonomi dan pemerintahan dan Turki juga mengembangkan kemajuan ilmu pengetahuan yang selama ini telah dilupakannya. Untuk pertama kalinya di dalam dunia Islam dibukalah suatu percetakan di Istanbul pada 1727 M guna mencetak berbagai macam buku ilmu pengetahuan yang diterjemahkan dari buku-buku ilmu pengetahuan Barat.[5]
Selain itu pada 1717 M didirikannya lembaga terjemah yang bertugas menerjemahkan buku-buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Turki.[6] Hal ini merupakan fenomena baru dan sangat bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan intelektual Islam di Turki. Hal-hal tersebut merupakan langkah awal bagi perubahan sistem pendidikan Islam di Turki.
Upaya pembaharuan pendidikan dimana Sultan Ahmad III yang baru berjalan dilanjutkan oleh Sultan Mahmud II (1807-1839 M). Pada zaman tersebut madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan umum yang ada di kerajaan Utsmani. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan di madrasah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman, dikarenakan di madrasah hanya mengajarkan peserta didiknya mengetahui pengetahuan agama sedangkan pengetahuan umum tidak diajarkan.
Beliau juga menyadari bahwa pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi modern mempunyai peran yang dominan dalam mencapai kemajuan. Oleh sebab itu beliau berusaha untuk membenahi kurikulum di madrasah-madrasah dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum.
Pada perkembangan selanjutnya, Sultan Mahmud II membangun sekolah-sekolah model Barat. Pada tahun 1827 M ia mendirikan sekolah kedokteran (Tilahane-i Amire) dan sekolah teknik (Muhendisane) dan pada tahun 1834 M dibuka sekolah Akademi Militer. Pada tahun 1838 M sekolah kedokteran dan sekolah pembedahan digabungkan menjadi satu dengan nama Dar-al Ulum Hikemiye ve Mekteb-i Tibbiye-i Sahane.[7]
Seperti di Turki, pembaharuan pendidikan Islam di Mesir juga di awali oleh penguasa pembaharuan Islam setelah adanya kontak dengan peradaban modern Barat. Invasi Napoleon yang membawa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan Barat telah membuka mata rakyat Mesir bahwa umat Islam telah tertinggal oleh kemajuan Barat. Yang menjadi perhatian penting dari kedatangan Napoleon dan lahirnya gerakan kesadaran umat Islam dari keterbelakangan mereka selama ini adalah untuk melihat pengaruh dari kedatangan tentara Napoleon dan berbagai rangsangan yang ditimbulkannya sebagai akibat dari berbagai kegiatan yang dilakukan Napoleon dan rombongannya di Mesir.[8]
Di antara pengaruh ekspedisi Napolen yang berkaitan erat dengan misi keilmuan dan kebudayaan yang dijalankan Napolen beserta rombongannya di Mesir adalah:[9]
1. Timbulnya benih-benih rasa kebangsaan dari orang Mesir.
2. Napolen berusaha menggeser sistem pemerintahan yang dipraktekkan di Mesir yang sebelumnya berpola feodal menjadi lebih demokratis.
3. Sebagai hasil dari pendekatan Napoleon yang berpijak pada semangat revolusi Perancis maka muncullah pemikiran dari orang-orang Mesir yang mengusulkan agar bentuk pemerintahan yang diktator diubah menjadi pemerintahan demokratis, karena hal inilah yang membawa Perancis kepada suasana kehidupan kenegaraan yang baru.
4. Mulai terbukanya cakrawala berfikir dikalangan umat Islam sebagai akibat dari persentuhan dengan pemikiran para ilmuwan yang ikut dalam rombongan Napoleon.
Selain itu juga yang mendorong umat Islam untuk mengadakan modernisasi yang dipelopori oleh Muhammad Ali.[10] Muhammad Ali adalah seorang yang berasal dari luar Mesir, karena kecakapannya dalam bidang militer ia berhasil menjadi kepala pemerintahan di Mesir. Pada awalnya ia hanyalah seorang prajurit tentara biasa di Turki Utsmani.[11]
Setelah Muhammad Ali naik tahta menjadi penguasa Mesir, ia memberikan perhatian yang lebih pada bidang militer dan ekonomi. Menurutnya militer akan memberikan dukungan untuk mempertahankan dalam memperbesar kekuasaannya. Sedangkan ekonomi sangat diperlukan untuk membiayai militer. Untuk memajukan keduanya dibutuhkan ilmu-ilmu modern. Dengan demikian Muhammad Ali mencurahkan perhatiannya bagi pendidikan. Pada tahun 1815 M ia mendirikan sekolah militer, sekolah kedokteran pada tahun 1827 M, sekolah Apoteker pada tahun 1829 M, sekolah pertambangan pada tahun 1839 M, sekolah pertanian pada tahun 1836 dan sekolah penerjemah pada tahun 1836 M.
Tidak hanya corak dan model pendidikan Barat yang diterapkan oleh Muhammad Ali di Mesir, ia juga mempercayakan pengawasan sekolah kepada orang Barat, bahkan guru-gurunya juga didatangkan dari Barat (Eropa). Selain mendatangkan tenaga ahli dari Eropa, Muhammad Ali juga mengirim siswa untuk belajar ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria.
Upaya pemahaman dan modernisasi yang dipelopori Muhammad Ali di Mesir ini, besar sekali kontribusinya bagi Mesir menjadi negara modern. Gerakan pembaharuannya telah memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat kepada umat Islam hingga lahirlah intelegensia Muslim yang berpengetahuan agama yang luas, berwibawa modern dan tidak berpandangan sempit. Mereka itu seperti Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, dan Hasan al-Banna.[12]
[1] Http:// fauzanma-fitku in Jakarta. Blogspot. Com/2009/04/Pembaharuan Pendidikan Islam.html
[2] Harun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 127-128
[3] Ibid, hlm. 128-129
[4] Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 116
[5] Ibid, hlm. 116
[6] Hanun Asrohah, Op, cit, hlm. 130
[7] Ibid, hlm. 131-132
[8] Ahmad Syalabi, Mausuah Al-Tarikh Al-Islami wa Al-Hadarat Al-Islamiyah, Juz V, (Kairo: Maktabah Al-Nahdat), hlm. 281
[9] Ridwan Lubis, Op. Cit., hlm, 32
[10] Hanun Asrohah, Op, cit, hlm. 133
[11https://drive.google.com/file/d/1367l3wOHuE-ZjR8WXSPhMBVwfhfD8D-Y/view?usp=drivesdk] Hanun Asrohah, Op, cit, hlm. 133
[12] Hanun Asrohah, Op, cit, hlm. 134
1 comment for "Pembaruan Pendidikan Islam "
komentar di sini
Post a Comment