Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbedaan Pendapat Tentang Membaca Al-Fatihah dalam Sholat Empat Madzhab



A.      Perbedaan Pendapat Tentang Membaca Al-Fatihah dalam Sholat
Membaca Al-fatihah merupakan rukun disetiap rakaat dalah sholat, telah shahih dari Rasulullah bahwa beliau membacanya disetiap rakaat dan ketika beliau mengajari orang yang tidak pas dalam sholat maka beliau memerintahkan untuk membaca Al-fatihah. Dari ‘Ubadah bin Ash Shoomit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak sah sholat bagi orang yang tidak membaca Al-fatihah” (Muttafuq Alaihi).
Apakah hal yang wajib atas setiap orang yang melaksanakan sholat atau khusus wajib bersama imam, dan orang yang melaksanakan sholat sendirian? Dalam hal ini terdapat perselisihan pendapat dikalangan ulama, yang paling aman adalah agar makmum berupaya untuk membacanya dalam sholat-sholat yang dilaksanakan didalam sirr maupun dalam keadaan diam sejenak imam dalam sholat yang jahar.
Para imam mazhab berpendapat bahwa membaca surat fatihah adalah wajib bagi imam dan bagi orang yang sholat sendirian (munfarid) pada duaa rakaat subuh dan pada rakaat pertama dan kedua sholat yang lain.[1]
Ulama maazhab berbeda pendapat, apakah membaca fatihah itu diwajibkan pada setiap rakaat, atau pada setiap dua rakaat pertama saja, atau diwajibkan secara aini (yang harus ada setiap orang) pada setiap rakaat? Apakah basmalah itu merupakan bagian yang harus dibaca atau boleh ditinggalkannya? Apakah semua bacaan yang dibaca secara nyaring atau lemah pada tempatnya adalah wajib atau sunah?
Markaz Al-fatwa didalam fatwanya No. 1740 menyebutkan bahwa pendapat jumhur ulama adalah makmum tidak perlu membaca Al-fatihah dan tidak juga membaca yang lainnnya (surat) dibelakang imam didalam sholat jahriyah apabila dia mendengar bacaan imam. Mereka mendasari pendapat nya dengan firman Allah swt:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (Q.S Al-araf: 204).
Hadits Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda:
إنَّمَا اْلإمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإذَا كَبّرَ فَكَبِّرُوْا وَ إذَا قَرَأ فَأنْصِتُوْا
“Sesungguhnya imam diangkat untuk diikuti. Jika dia bertakbir, maka bertakbirlah, [jika dia membaca, maka diamlah]”. (HR. Muslim, Abu Dawud dan An-Nasai).[2]
Dan hadits ini terdapat di Al-Musnad dan yang lainnya dinukil dari Imam Muslim yang telah dishahihkan.
Imam syafi’i berpendapat bahwa wajib membaca Al-fatihah bagi makmum baik bagi sholat jahriyah maupun sirriyah dibelakang imam berdasarkan hadits-hadits yang menyebutkan tentang kewajiban membaca Al-fatihah tampa membedakan antara imam dan makmum, sebagaimana hadits di ash shahihkan dan lainnya dari ubadah bin ash shamit bahwa Nabi saw bersabda, “Tidak ada sholat bagi yang tidak membaca fatihah kitab (Al-fatihah).
Dan yang lebih tegas lagi apa yang terdapat disunan abi daud, an Nassari, an Naasai dan lainnya dari hadits Ubadah bin ash Shamit bahwa Nabi saw sholat subuh sepertinya bacaan beliau terasa berat. Sesuai sholat, beliau bersabda: “Sepengetahuanku, beliau membaca dibelakang imam kalian.” Mereka menjawab: ”Ya, wahai Rasulullah! (hingga) kami menyusul bacaanmu dengan cepat.” Beliau bersabda: “Jangan kalian lakukan kecuali Fatihatul kitab (Al-fatihah) karena tidakk ada sholat seseorang yang tidak membacanya”.[3]
Dari penjelasan diatas tampak bahwa hal tersebut masih menjadi permaslahan yang diperselisihkan oleh para ulama terdahulu maupun yang belakangan. Dan setiap kelompok memiliki dalil-dalilnya, dimana kelompok yang satu membantah dalil-dalil mereka atau tanpa dalil didalam permasalahan yang diprselisihkan namun hanya bersandar kepada pendapatnya.
Dengann demikian jika anda sholat bersama imam dan memiliki kesempatan untuk membaca Al-fatihah hingga selesai sebelum imam ruku’ maka hendaklah anda membacanya hingga selesai. Akan tetapi jika anda belum selesai membacanya sementara imam sudah bertakbir untuk ruku’ maka hendaklah anda ruku’ bersamanya walaupun anda belum menyelesaikan bacaan Al-fatihah tersebut dikarenakan tidak memungkin menyelesaikan bacaan tersebut, berdasarkan hadits Abu Hurairah diatas.

B.       Hukum Membaca Al-fatihah Menurut Imam Madzhab
Dari ke-empat Imam Madzhab, tiga diantaranya berpendapat bahwa membaca Al-fatihah dalam sholat hukumnya adalah fardhu atau menjadi rukun sholat. Maka jika mereka tidak membaca Al-fatihah dengan disengaja maka shalatnya batal, baik dalam sholat fardhu atau shalat-shalat yang lain. Dan jika mereka tidak membaca Al-fatihah dengan disengaja maka, menggantinya dengan menambah rokaat setelah salam.[4]
Dari ketiga pendapat imam diatas, ada satu imam yang berbeda yaitu imam Hanafi, berikut pendapat menurut imam hanafi:
Pertama: Membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, tetapi wajib membaca bacaan apa saja dari Al-Quran itu memungkinkan, berdasarkan Al-Quran surat Muzammil: 20, (Mughniyah; 2001). فاقرؤوا ما تيسرمن القرآن  artinya: "Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran", (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 122, dan  Mizanul Sya'rani, dalam bab shifatus shalah).
Nabi juga bersabda:
إذا قمت إلى الصلاة فأسبغ الوضوء ثم استقبل القبلة ثم اقرأ ما تيسر من القرآن
“Apa bila kamu akan mendirikan Shalat maka berwudhulah, kemudian menghadaplah kiblat, kemudian bacalah suatu yang mudah dari Al-Quran.”
Kedua: Membaca Al-Fatihah itu hanya diwajibkan pada dua rakaat pertama, sedangkan pada rakaat ketiga pada shalat Maghrib, dan dua rakaat terakhir pada shalat isya’ dan Ashar kalau mau bacalah. bila tidak, bacalah Tasbih,atau diam. Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang shalat sendiri ia boleh memilih, apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca secara sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya.[5]
Ulama  Hanafiyah berpendapat bahwa makmum tidak wajib membaca fatihah, baik pada shalat  sir  maupun salat  jahar. Kalaupun makmum membacanya, makruh tahrim. Sarkhasi berkata: “ menurut pendapat beberapa orang sahabat, salat makmum itu rusak, Diantara sahabat nabi yang berpendapat demikian adalah Zaid bin Sabit dan Sa’ad bin abi Waqas.” Dalam syarah al-hidayah, diceritakan bahwa Muhammad (seorang sahabat Abu Hanifah) berpendapat  bahwa makmum lebih baik tidak membaca fatihah untuk ihtiath.[6]
Ulama Hanafiyah mengambil dari quran surat al-araf 7-204, artinya: “Dan apabila dibacakan quran, maka dengarlah dan diamlah, mudah-mudahan kamu sekalian mendapat rahmat.” Ulama Hanafiyah mengambil hadis yang diantaranya diriwayatkan oleh Abu Hanifah dari Abdullah bin Syaddad dari Jabir ra. Dari Nabi saw beliau bersabda: “barang siapa salat dibelakang imam, maka bacaan imam adalah juga bacaannya.”Adapun qiyas, maka mereka mengatakan: ”Andaikata membaca fatihah itu wajib atas makmum, tentulah tidak gugur dari orang masbuq, sebagaimana juga rukun-rukun yang lain. Lalu mereka mengqiyaskan bacaan makmum kepada bacaan masbuq, mengenai gugurnya hukum membaca, maka berarti ia tidak disyariatkan dan mengerjakan yang tidak disyariatkan adalah makruh.[7]
C.       Hukum Makmum Membaca Al-fatihah Menurut Imam Madzhab
Setelah mengetahui perbedaan pendapat imam madzhab tentang hukum membaca surat Al-fatihah dalam sholat, mereka juga berbeda pendapat tentang hukum makmum membaca Al-fatihah. Berikut perbedaan para imam madzhab mengenai hal tersebut:
1.    Hanafiyyah
Menurut ulama hanafiyyah, Al-Kasani (w. 587 H), menuliskan di dalam kitabnya Badai Ash-Shanai fi Tartib Asy-Syarai sebagai berikut :
فأما المقتدي فلا قراءة عليه عندنا
”Menurut madzhab kami, Seorang makmum tidak wajib membaca al Fatihah”.
Menurut pendapat mdazhab ini membaca di belakang imam baik al-fatihah atau surat yang lain hukumnya makruh yang mendekati haram, baik di sholat jahr atau siri. Al-Aini (w. 855 H) menuliskan di dalam kitabnya A-Binayah fi Syarhi Al-Hidayah sebagai berikut:
ولنا قوله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة
Barang siapa yang shalat bersama imam maka bacaan imam adalah bacaan baginya. (HR Ibnu Majjah dan yang lainnya - Hadist Dho'if)[8]
Dari keterangan pendapat Madzhab Imam Hanfi mengatakan bahwa siapa yang mempunyai imam maka bacaan imam adalah bacaan baginya. Secara tidak langsusung Makmum tidak boleh membaca apapun di belakang imam.
2.    Mazhab Al-Malikiyah
Ibnu Juzai Al-Kalbi (w. 741 H) menuliskan di dalam kitabnya Al-Qawanin Al-Fiqhiyah sebagai berikut :
ويقرأ المأموم في السر فإن لم يقرأ فلا شيء عليه في المذهب ولا يقرأ في الجهر سمع أو لم يسمع
“Makmum membaca Al-fatihah ketika shalat sirriyyah, namun jika ia tidak membacanya tidak mengapa menurut pendapat madzhab ini, dan makmum tidak membaca Al-fatihah saat shalat jahriyyah baik ia mendengar bacaan imam atau tidak.”[9]
3.    Mazhab Asy-Syafi'iyah
An-Nawawi (w. 676 H) menuliskan di dalam kitabnya Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzabsebagai berikut :
قد ذكرنا أن مذهبنا وجوب قراءة الفاتحة على المأموم في كل الركعات من الصلاة السرية والجهرية وهذا هو الصحيح عندنا
“telah disebutkan dalam mazhab kita bahwasanya seorang makmum wajib membaca Al-Fatihah disetiap rakaat sholat, baik Sholat sirr ataupun jahr, dan ini adalah hal yang shohih dalam pandangan kami.”[10]
4.    Mazhab Al-Hanabilah
Ibnu Taimiyah (w. 728 H) menuliskan di dalam kitabnya Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah sebagai berikut :
وأما القراءة خلف الإمام: فالناس فيها طرفان ووسط. منهم: من يكره القراءة خلف الإمام حتى يبلغ بها بعضهم إلى التحريم سواء في ذلك صلاة السر والجهر وهذا هو الغالب على أهل الكوفة ومن اتبعهم: كأصحاب أبي حنيفة. ومنهم من يؤكد القراءة خلف الإمام حتى يوجب قراءة الفاتحة وإن سمع الإمام يقرأ وهذا هو الجديد من قولي الشافعي وقول طائفة معه. ومنهم من يأمر بالقراءة في صلاة السر وفي حال سكتات الإمام في صلاة الجهر والبعيد الذي لا يسمع الإمام. وأما القريب الذي يسمع قراءة الإمام فيأمرونه بالإنصات لقراءة إمامه؛ إقامة للاستماع مقام التلاوة. وهذا قول الجمهور: كمالك وأحمد وغيرهم
”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: dalam masalah apakah makmum membaca bacaan shalat dibelakang imam , pendapat yang paling pertengahan adalah:merupakan suatu hal yang tidak disukai jika makmum membaca Al-Fatihah ketika imam belum selesai membacanya sampai-sampai bisa diharamkan, baik ketika sholat sirr ataupun jahr, ini adalah pendapat kebanyakan dari ulama Kuffah dan yang mengikutinya adalah sahabat-sahabat Abu Hanifah dan sebagian dari mereka ada yang meyakini membaca Al-Fatihah dibelakang bacaan imam adalah wajib bagi makmum ketika makmum mendengar imam membaca Al-fatihah. dan ini adalah Qoul jadid dari imam Syafi'i dan beberapa murid-murid yang bersamanya. dan sebagian dari mereka berpendapat membaca Al-Fatihah pada saat sirr, sama seperti keadaan diam imam pada sholat jahr dan dikarenakan jauh dari imam sehingga tidak mendengar bacaannya. dan adapun yang dekat dan mendengar bacaan imam selayaknya diam dan khusuk mendengarkan bacaan imam. ini adalah perkataan Jumhur ulama : seperti Imam Malik , imam Ahmad dan yang lainnya.”[11]



[1] Abdurrohman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Alal Madzahibil Arba’ah. Juz 1, hlm 253.
[2] Para ulama hadits menganggap cacat (meng’ilal) tambahan tersebut.
[3] HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah, juga yang lainnya. Hadits ini shahih.
[4] Abdurrohman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Alal Madzahibil Arba’ah. Juz 1, hlm 253.
[5] Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta: Penerbit Lentera, 2007), hlm 107.
[6] Syaltut, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih ( Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 2005), hlm 33.
[7] Ibid., hlm 34-35
[8] Lihat Al-Aini Al-Binayah fi Syarhi Al-Hidayah, jilid 2 hal. 314.
[9] Lihat Ibnu Juzai Al-Kalbi Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, jilid 2 hal. 44.
[10] Lihat An-Nawawi Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 3 hal. 365
[11] Lihat Ibnu Taimiyah Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah, jilid 23 hal. 32.

Post a Comment for "Perbedaan Pendapat Tentang Membaca Al-Fatihah dalam Sholat Empat Madzhab"