Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Biografi dan Pola Pemikiran Ibnu Khaldun | Filsafat Pendidikan Isl


Ibnu Khaldun merupakan salah satu tokoh pemikir Islam yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Ibnu Khaldun lebih banyak dikenal sebagai ahli sejarah dan sosial. Sementara keahliannya di bidang pendidikan kurang mendapat perhatian, kalaupun ada belum memberikan analisis yang mendalam. Padahal seperti yang tercantum dalam karyanya Muqoddimah Ibnu Khaldun, selain memiliki konsep tentang pendidikan yang bermanfaat untuk dikembangkan ia juga bertindak sebagai pendidik. Konsep pemikiran Ibnu Khaldun dalam perspektif pendidikan merupakan hasil pemikiran Ibnu Khaldun yang menekankan pada pendidikan. Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini, ia memberikan arahan terhadap visi tujuan pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Pemikiran Ibnu Khaldun sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari akar pemikiran Islam. Ibnu Khaldun menganggap bahwasannya pendidikan merupakan hakikat dari eksistensi manusia. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan berusaha untuk melahirkan masyarakat yang berbudaya serta berusaha untuk melestarikan eksistansi masyarakat yang akan datang. Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini.

Pembahasan

Biografi Ibnu Khaldun

Tokoh ini mempunyai nama lengkap ‘Abd Al-Rohman Ibn Muhammad ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Al-Hasan Ibn Jabir Ibn Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Khalid Ibn ‘Usman Ibn Hani Ibn Khaththab Ibn Kuraib Ibn Ma’dikarib Ibn Al-Haris Ibn Wali Ibn Hujr. Sejarawan yang amempunyai nama kecil ‘Abd Al-Rohman ini bias dipanggil dengan nama keluarga (kunyab) Abu Zaid yang diambil dari putra sulungnya, zaid sering disebut dengan gelar (laqb) wali al-din, sebuah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu memangku jabatan Hakim Agung di Mesir.sebuah cirihas yang melatar belakangi kehidupan Ibnu Khaldun adalah ia berasal dari keluarga politisi, intelektual, dan aristocrat. Latar kehiduapang yang jarang dijumpai orang. Keluarganya, sebelum menyeberang ke Afrika, adalah para pemimpin politik di Moorish, Spanyol, selama beberapa abad. Dalam keluarga elit seperti inilah ia dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1332 di Tunis. Oleh ayahnya ia diberi nama Abdur Rahman Abu Zayd ibn Muhammmad Ibn Khaldun.

Latar belakang keluarga dan situasi saaat dilahirkannya tampaknya merupakan factor yang menentukan dalam perkembangan pemikirannya. Keluarganya telah mewariskan tradisi intelektual ke dalam dirinya, sedangakan masa ketika ia hidup yang ditandai oleh jatuh bangunya dinasti-dinasti Islam, terutama dinasti Umayyah dan dinasti Aabasiyah memberikan rangka berfikir dan teori-teori Ilmu sosialnya serta filsafatnya.
Sebagaimana para pemikir Islam lainnya, pendidikan masa kecilnya berlangsung secara tradisional. Artinaya ia harus belajar membaca Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Sastra, dan Nahwu Shorof dengan sarjana-sarjana terkenalpada waktu itu. Pada umaur 29 tahun ia bekerja sebagai sekertaris Sultan Fez di Maroko.

Ibnu Khaldun di Andalusia memainkanperan yang cukup menonjol, baik dalm bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Setelah menetap di Carmona, kemudian ia pindah ke sevila. Oleh karena situasi politik diandalusia mulai mengalami kekacauan, baik karena perpecahan dikalangn kaum muslim maupun serangan pihak Kristen di Utara, maka Ibnu Khaldun pindah lagi keAfrika Utara. Al-Hasan dating ke Afrika Utara, dan Ceuta adalah kota pertama kali yang mereka pijak, sebelum pindah keTunis pada tahun 1223 M Di Tunis, tempat barunya Ibnu tetap memainkan peran yang cukup penting . Dari latar belakang keluarga yang banyak bergerak dalam bidang politik dan ilmu pengetahuan seperti ini lah Ibnu Khaldun dilahirkandi Tunis pada awal romadan 732 H.

Menurut perhitungan sejarahwan, hal ini bertepatan dengan 27 mei 1332 M. Kondisi keluarga seperti itu kiranya telah berperan dominan dalm membenuk kehidupan Ibnu Kaldun. Dunia politik dan ilmu pengetahuan telah begitu menyatu dalam diri Ibnu Khaldun. Ditambah lagi kecerdasan otaknya yang juga bertanggungjawab bagi pengembangan karirnya.

Fase Pertama: masa pendidikan
Fase pertama ini dimulai Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18 th antara 1332 sampai 1350 M. seperti halnya tradisi kaum muslimin pada waktu itu, ayah Ibnu Khaldun adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara tradisional dengan mengajarkan dasar-dasar agama islam. Hal ini dapat dipahami karena Muhammad Ibn Muhammad, ayah Ibnu Khaldun adalah orang berpengetahuan agama yang tinggi. Namun sangat disayangkan, pendidikan Ibnu Khaldun yang diterima dari ayahnya ini tidak berlangsung lama, karena ayahnya meninggal duni pada tahun 1349 M. Akibat terserang wabah the black death, seperti yang telah dijelaskan dimuka. Kematian ayahnya ini, selain merupakan kesedihan bagi Ibnu Khaldun, juga memiliki kesan tersendiri. Semenjak kematian ayahnya Ibnu Khaldun, mulai belajar hidup mandiri dan bertanggung jawab. Dari sinilah Ibnu Khaldun mulai hidup sebagai manusia dewasa yang tidak menggantungkan diri kepada keluarganya.
Disamping dari ayahnya, Ibnu Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu keagamaan dari para gurunya di Tunis. Diketahui bahwa Tunis pada waktu itu merupakan markas ulama dan sastrawan, karena ditunis menjadi tempat berkumpulnya ulama Andalusia yang lari akibat berbagai peristiwa politik.

Fase kedua:masa politik praktis
Fase kedua dimulai Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti difez, Granada, Bougis, Biskara dan lain lain dalam jangka waktu 32 th antara 1350-1382 M. pendidikan yang diterima Ibnu Khaldun baik dari orang tuanya maupun dari para gurunya, sangat mempengaruhi perkembangan intelektualnya. Oleh karena itu, mudah dipahami mengapa Ibnu Khaldun mengalami kesedihan yang mendalam ketika terjadi wabah penyakit pes yang secara epimedik telah menyerng belahan dunia bagian timur dan barat dunia. Wabah ini menyebabkan orang tua dan sebagian para guru Ibnu Khaldun meninggal, dan sebagian guru lainnya yang masih hidup mengungsi di Fez di Maroko. Sejak peristiwa inilah Ibnu Khaldun terpaksa menghentikan belajarnya dan mengalihkan perhatiannya pada bidang pemerintahan.

Fase ketiga: masa kepengajaran dan kehakiman
Masa ini merupakan fase terakhir dari tahapan kehidupan Ibnu Khaldun. Fase ini dihabiskannya di Mesir selama kurang lebih 24 th, yaitu antara 1382-1406 M. fase ini dapat dikatakan sebagai masa pengabdian Ibnu Khaldun dalam bidang akademik dan pengadilan.

Ibnu Khaldun tiba diKairo, Mesir pada 6 januari 1383 M. yang pada waktu itu berada dalam kekuasaan dinasti mamluk. Dalam lintasan sejarah islam, periode mamluk secara keseluruhan dapat dianggap sebagai zaman kemakmuran dan kecemerlangan. Pada masa ini, telah dikembangkan houngan perdagangan dengan raja-raja Kristen di Eropa. Oleh karena itu, wajar apabila Ibnu Khaldun merasa kagum dengan kemajuanperadaban yang telah dicapai Kairo. Ibnu Khaldun menyebut Kairo Ibu Kota Mesi, sebagai ibu negara dunia dan pusat islam. Kekaguman Ibnu Khaldun ini dapat dimengerti, karena ia terbiasa hidup di afrika utara dan Spanyol yang suhu politiknya selalu tidak menentu, sedangkan suhu politik di Mesir pada waktu itu dapat dikatakan stabil.
Konsep pendidikan Ibnu Khaldun
Pandangan tentang manusia didik
Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya, ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiologi dan antropologi.

Apa yang terkesan tentang konsep anusia menurut Ibnu Khaldun adalah karena ia seoranag muslim. Ia telah mempunyai asumsi-asumsi ajaran Islam. Oleh karena itu, konsepsi kemanusiaannya adalah hasil dari darivikasi upaya intelektual Ibnu Khaldun untuk membuktikan dan memahami asumsi Al-Qur’an tersebut lewat gejala dan aktivitas kemanusiaan. Ibnu Khaldun memandang manusia sebagai mahluk yang berbeda dengan mahluk lainnya. Manusia, kata Ibnu Khaldun adalah mahluk berfikir. Olehkarena itu ia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dab teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh mahluk lainnya. Lewat berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guru memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradapan.

Pada bagian lain, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa dalam proses belajar atau menurut ilmu pengetahuan manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya membutuhkan ketekunan, tetapi juga bakat. Berhasilnya suatu keahlian dalam dalam suatu bidang imu atau disiplin memerlukan pengajaran.

Pandangan tentang Ilmu 

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh peradapan. Hal ini dapat dilihat pada negara Qairawan dan Cordova yang keduanya berperadapan Andalus dan luas pula problematikanya atau heterogen. Disitu terdapat pertumbuhan ilmu, pabrik-pabrik dan pasar yang tersun rapi. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap corak pendidikannya.

Pada bagian lain, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa adanya perbedaan lapisan sosial timbul dari hasil kecerdasanya yang diproses melalui pengajaran. Hal ini berbeda dengan apa yang diduaga oleh sebagian orang yang mengatakan bahwa peradapan ini bersumber pada perbedaan hakikat kemanusiaan sebagaimana telah disebuatkan diatas.

Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, Ibnu Khaldun membagianya menjadi tiga macam, yaitu:

1. Ilmu Lisan (Bahasa) yaitu ilmu tentang tata Bahasa (gramatika), sastra atau Bahasa yang bersusun secara puitis (sya’ir)
Ilmu Naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunah Nabi Ilmu ini berupa membaca kitab suci Al-Qur’an dan tafsirnya, sanad dan hadits yang pentasihannya serta istimbat tentang kaidah-kaiadah Fiqih. Dengan ilmu ini manusia akan dapat mengetahui hokum-hukum Allah yang diwajibkan kepada manusia. Dari Al-Qur’an itulah didapati ilmu-ilmu tafsir, ilmu ushul fiqih yang dapat dipakai untuk menganalisa hukum-hukum Allah melalui cara istimbat.
2.  Ilmu ‘aqli, yaitu ilmu yang dapat mebunjukan manusia dengan daya fikir atau kecenderungannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Termasuk di dalam kategori ilmu ini adalah ilmu mantiq (logika), ilmu alam, ilmu ketuhanan, ilmu Teknik, ilmu hitung, ilmu tingkah laku (behavior) manusia. Termasuk ilmu sihir dan ilmu nujum (perbintangan). Mengenai ilmu nujum, Ibnu Khaldun menganggapnya sebagi ilmu yang fasid karena ilmu ini dapat dipergunakan untuk meramalkan segala kejadian sebelum terjadi asal dasar perbintangan. Hal itu merupakan sesuatu yang bathil, berlawanan dengan ilmu tauhid yang menegaskan bahwa tidak ada yang menciptakan kecuai Allah sendiri.

Diantara ilmu tersebut ada yang harus diajarkan kepada anak didik, yaitu:

  • Ilmu syari’ah dengan segala jenisnya.I
  • Ilmufilsafat seperti ilmu alam dan ilmu ketuhanan.
  • Ilmu alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu Bahasa, gramatika, dan sebagainya 
  • Ilmu alat yang membantu ilmu falsafah seperti ilmu mantiq.

Selain itu Ibnu Khaldun berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah ilmu yang pertama kali harus diajarkan kepada anak, karena mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak termasuk syari’at Islam yang dipegang teguh oleh ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap negara Islam. Al-Qur’an yang telah ditanamkan pada anak didik akan jadi pegangan hidupnya, karena pengajaran pada masa kanak-kanak masih mudah, karena otak anak masih jernih. 

Metode Pengajaran 

Menurut Ibnu Khaldun bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit. Pertama-tama ia harus diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahasan yang dipelajarinya. Keterangan-keterangan yang diberikan harus secara umum, dengan memperhatikan kekuatan fikiran pelajar dan kesanggupannya mmahami apa yang diberikan kepadanya. Apabila dengan kesanggupannya  memahami apa yang diberikan kepadanya. Apabila dengan jalan itu seluruh pembahan pokok telah dipahami maka ia telah memperoleh keahlian dalm cabang ilmu pengetahuan tersebut, tetapi itu baru sebagian keahlian yang belum lengkap. Sedangkan hasil keseluruhannya dengan seluruh seluk-beluknya. Untuk itu jika pembahasan yang pokok itu belum dicapai dengan baik, maka harus diulanginya kembali hingga dikuasai benar.

Kita menyaksikan banyak guru dan generasi kita ini yang tidak tahu sam sekali tentang cara-cara mengajar, akibatnya ia memberikan pelajraran kepada pelajar sejak dari permulaan hingga akhir permasalahan-permasalahan yang sukar dan menuntutnya supaya memecahkan masalah-masalah tersebut.

Dalam hubunganya dengan ilmu kepada anak didik, Ibnu Khaldun menganjurka agar para guru mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didik dengan metode yang baik dan mengetahui faedah yang dipergunakannya dab seterusnya. Ibnu Kahldun lebih lanjut mengemukakan kesulitan yang dihadapi para pelajar yang didasarka pada penglihatannya yang tajam terhadap para pelajar yang dijumpainya. Kesalahan tersebut disebabkan karena para pendidik tidak menguasai ilmu jiwa anak. Menurutnya seseorang yang dahulunya diajarka dengan cara kasar, keras, dan cacian, akan mengakibatkan ganguan jiwa pada si anak. Anak yang demikian cenderung menjadi pemalas dan pendusta, murung, dan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang disebabkan ia merasa takut dipukul.
Sejalan dengan pemikiran itu, Ibnu Khaldun menganjurkan agar pendidik bersifat sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang tua sebagai pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaaan memeksa harus memukul si anak, maka pukulan tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali.                                     
Sepesialisasi 

Menurut Ibnu Khaldun, orang yang mendapat keahlian dalam suatu pertukangan jarang sekali yang ahli dalam pertukangan lainnya, misalnya tukang jahid. Hal ini disebabkan karena sekali seeorang telah menjadi ahli dalam menjahit hingga keahliannya itu tertanam berurat berakar dalm jiwanya, maka setelah itu dia tidak akan ahli dala pertukangan kayu dan batu, kecuali apabila keahlian yang pertama itu belum tertanam dengan kuat dan belum memberi corak terhadap pemikirannya. Hal ini juga didasarkan pada alasannya bahwa keahlian itu adalah sikap atau corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. Dan mereka yang pikirannya masih mentah, dan dala keadan yang masih kosong akan lebih mudah mendapatkan keahlian-keahlian baru yang dapat merka peroleh dengan lebih mudah. Tetapi apabila jiwa itu telah bercorak dengan semacam keahlian tertentu dan tidak lagi dalam keadaan kosong, maka cetakan keahlian itu akan menjadikan jiwa itu kurang tertarik dan kurang tersedia menerima keahlian-keahlin baru.

Dari uraian tersebut di atas, terlihat bahwa Ibnu Khaldun adalah seseorang tokoh yang menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakannya tampak sangat dipengaruhi oleh pandangnya terhadap manusia sebagai makhluk yang harus dididik, dalam rangka menjalankan fungsi sosialnya ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan adalah alat untuk membantu seseorang agar tetap hidup bermasyarakat dengan baik.

Tujuan Pendidikan 

Fathiyyah Hasan Sulaiman dalam pandangan Ibnu Khaldun tentang ilmu dan pendidikan menyebutkan bahwa tujuan pendidkan menurut Ibnu Khaldun adalah.
Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, Memperoleh berbagi ilmu pengetahuan, Memperoleh lapangan pekerjaan

Dari tujuan di atas, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa “pendidikan atau ilmu dan mengajar merupakan sustu kemestian dalam membangun masyarakat manusia” perrnyataan ini mengindikasikan bahwa maksud pendidkan menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat mempertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam Masyarakat, agar masyarakat tersebut bias tetap eksis. 

Corak pemikiran Ibnu Khaldun

Sebagia seseorang pemikir, Ibnu Khaldun adalah produk sejarah. Oleh karena itu, untuk membaca pemikirannya aspek historis yang mengitarinya tidak dapat dilepaskan begitu saja. Namun yang jelas, pemikiran Ibnu Khaldun tidak dapat dipisahkan dari akar pemikiran islamnya. Disinilah letak alas an mengapa Iqbal mengatakan bahwa seluruh semangat Al-Muqodimah, yang merupakan manifestasi pemikiran Ibnu Khaldun, diilhami pengarannya dari Al-Qur’an sebqgi sumber utama ajaran islam. Dengan demikian, pemikiran Ibnu Khaldun dapat dibaca melalui setting sosial yang mengitarinya yang diungkapka, baik secara lisan maupun tulisan, sebagai kecenderungan.

Sebagi filsof muslim, pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah rasional dan banyak berpekang kepada logika. Hal ini sangat dimungkinkan, karena Ibnu Khaldun pernah belajar filsafat pada masa mudanya. Banyak pemikiran para filsof sebelumnya telah mengaruhi pemikiran filsafatnya. Tokoh paling dominan yang mengaruhi pemikiran filsafat Ibnu Khaldun adalah Al-Ghazali (1058-1111 M), meskipun pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah berbeda dengan Al-Ghazali dalm masalah logika. Al-Ghazali jelas-jelas menentang logika, karena hasil pemikiran logika tidak dapat diandalkan. Sedangkan Ibnu Khaldun masih menghargainya sebagi metode yang dapat melatih seseorang berfikir sistematis.

DAFTAR PUSTAKA

Suharto Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2006.

Nata Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.

Bouthon Gaston, Teoro-teori Filsafat Ibnu Khaldun, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998

Post a Comment for "Biografi dan Pola Pemikiran Ibnu Khaldun | Filsafat Pendidikan Isl"