Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makalah Pendidikan Karakter | Kapita Selekta PAI


A. Pengertian Pendidikan Karakter

Secara umum, istilah karakter sering diasosiasikan dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya, seolah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan.

Pengertian karakter secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa Latin kharakter atau bahasa Yunani kharassein yang berarti memberi tanda (to mark), atau bahasa Prancis carakter, yang berarti membuat tajam atau membuat dalam. Dalam bahasa Inggris character, memiliki arti: watak, karakter, sifat, dan peran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lain.

Ki Hadjar Dewantara memandang karakter itu sebagai watak atau budi pekerti. Dengan adanya budi pekerti, manusia akan menjadi pribadi yang merdeka sekaligus berkepribadian, dan dapat mengendalikan diri sendiri. Pendidikan dikatakan optimal, jika tabiat luhur lebih menonjol dalam diri anak didik ketimbang tabiat jahat. Manusia berkarakter tersebut sebagai sosok yang beradab, sosok yang menjadi ancangan sejati Pendidikan. Oleh karena itu, keberhasilan Pendidikan yang sejati ialah menghasilkan manusia yang beradab bukan mereka yang cerdas secara kognitif dan psikomotorik tapi miskin karakter atau budi pekerti luhur.
Tujuan dari Pendidikan Karakter

Manusia secara natural memang memiliki potensi didalam dirinya. Untuk bertumbuh dan berkembang mengatasi keterbatasan manusia dan keterbatasan budayanya. Di pihak lain manusia juga tidak dapat abai terhadap lingkungan sekitarnya. Tujuan pendidikan karakter semestinya diletakkan dalam kerangka gerak dinamis diakletis, berupa tanggapan individu atau impuls natural (fisik dan psikis), sosial, kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempa dirinya menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi manusiawi. Semakin menjadi manuusiawi berarti membuat ia juga semakin menjadi makhluk yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan di luar dirinya tanpa kehilangan otonomi dan kebebasannya, sehingga ia menjadi  manusia yang bertanggungjawab.

Pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Untuk ini, dua paradigma pendidikan karakter merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Peranan nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu merupakan kedua wajah pendidikan karakter dalam lembaga pendidikan.

Dalam islam karakter  sangat identik dengan akhlak, sehingga karakter dapat diartikan sebagai perwujudan dari nilai-nilai perilaku manusia yang universal serta meliputi seluruh aktivitas manusia, baik hubungan antar manusia dengan tuhan (hablumminallah), hubungan manusia dengan manusia (hablumminannas) serta hubungan manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu, dalam Islam, karakter atau akhlak mulia merupakan suatu hasil yang dihasilkan dari proses penerapan syariat (Ibadan dan muamalah) yang dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh dan bersandar pada al-Quran dan as-Sunah (hadis). Al Gazali mendefinisikan akhlak dalam hadis yang artinya Akhlak adalah suatu perangai (watak/tabiat) yang menetap dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya. Jadi, pendidikan karakter menurut pandangan Islam adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik serta berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan yang berpedoman pada al-Quran dan as-Sunah.


B. Prinsip Dasar dalam Pendidikan Karakter

Menurut Q-Anees (2008: 103) menyebutkan bahwa prinsip dasar pendidikan karakter meliputi: 1) manusia adalah makhluk yang dipengaruhi dua aspek yaitu pada dirinya memiliki sumber kebenaran dan dari luar dirinya ada juga dorongan atau kondisi yang mempengaruhi kesadaran; 2) karena menganggap bahwa perilaku yang dibimbing oleh nilai-nilai utama sebagai bukti dari karakter, pendidikan karaktertidak meyakini adanya pemisahan antara roh, jiwa, dan badan.; 3) pendididkan karakter mengutamakan munculnya kesadaran pribadi peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif; 4) pendidikan karakter mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia ulul albab yang tidak hanya memiliki kesadaran diri tetapi juga kesadaran untuk terus mengembangkan diri, memperhatikan masalah lingkungannya, dan memperbaiki kehidupan sesuai dengan pengetahuan dan karakter yang dimilikinya; 5) karakter seseorang ditentukan oleh apa yang dilakukannya berdasarkan pilihan. Setiap keputusan yang diambil menentukan akan kualitas seseorang dimata orang lain.

Sedang Lickona (dalam Kemendiknas, 2011: 11) mengemukakan ada sebelas prinsip dasar pendidikan karakter yang efektif yaitu sebagai berikut:

1) Pendidikan Karakter mempromosikan nilai-nilai etika inti sebagai dasar karakter yang baik seperti merawat, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan menghormati diri sendiri dan orang lain.

2) Karakter harus didefinisikan secara komprehensif untuk mencakup pemikiran, perasaan, dan perilakuyang efektif, luas mencakup aspek kognitif, emosional, dan perilaku hidup moral Karakter yang baik terdiri dari pengertian, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika inti.

3) Pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan yang disengaja, proaktif, dan komprehensif yang mempromosikan nilai-nilai inti dalam semua fase kehidupan sekolah.

Sekolah berkomitmen untuk melihat pendidikan karakter diri mereka sendiri melalui lensa moral dan melihat bagaimana hampir segala sesuatu yang terjadi di sekolah mempengaruhi nilain dan karakter siswa.

4) Sekolah harus menjadi komunitas yang peduli dalam mewujudkan karakter yang baik melalui internalisasi nilainilai moral.

5) Untuk mengembangkan karakter, siswa membutuhkan kesempatan untuk tindakan moral dalam domain etis intelektual, siswa adalah pembelajar yang konstruktif, mereka belajar paling baik dengan melakukan.

6) Pendidikan karakter yang efektif termasuk kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghargai semua pelajar dan membantu mereka berhasil. Karakter
pendidikan dan pembelajaran akademik tidak harus dipahami sebagai bidang yang terpisah, melainkan harus ada hubungan yang kuat dan saling mendukung.

7) Pendidikan Karakter harus berusaha untuk mengembangkan motivasi intrinsik siswa. Kepentingan subyek, keinginan untuk bekerja sama dengan siswa lain, dan pemenuhan
menerima perbedaan secara positif dalam kehidupan orang lain atau di sekolah atau masyarakat.

8) Staf sekolah harus menjadi pembelajaran dan komunitas moral di mana semua berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan berusaha untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa keinginan untuk mengembangkan komunitas sekolah yang peduli? Refleksi dengan alam ini adalah kondisi yang sangat diperlukan untuk mengembangkan kehidupan moral.

9) Pendidikan karakter memerlukan kepemimpinan moral dari kedua staf dan mahasiswa. Pendidikan karakter untuk memenuhi kriteria yang diuraikan sejauh ini, harus ada pemimpin (seorang kepala, administrator yang lain, seorang guru memimpin).

10) Sekolah, orangtua, dan anggota masyarakat sebagai mitra penuh dalam upaya pembangunan karakter.

11) Evaluasi pendidikan karakter harus menilai karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa mewujudkan karakter yang baik.

Pendidikan karakter yang efektif harus menyertakan usaha untuk menilai kemajuan.
Tiga jenis yang memerlukan perhatian:

a) Karakter sekolah: Sampai sejauh mana sekolah menjadi komunitas yang lebih peduli? Hal ini dapat menilai, misalnya, dengan survei yang meminta siswa untuk menunjukkan sejauh mana mereka setuju dengan pernyataan seperti, “Siswa di sekolah (kelas)
menghormati dan peduli satu sama lain,” dan “ini sekolah (kelas) adalah seperti keluarga.

b) Pertumbuhan staf sekolah sebagai pendidik karakter: seberapa memiliki staf yang dewasa-pengajar, administrator, dan personil yang bisa mendorong pengembangan karakter, keterampilan untuk melaksanakannya, konsisten dengan kebiasaan bertindak atas kapasitas mereka berkembang sebagai pendidik karakter.

c) Karakter siswa: sejauh mana siswa mewujudkan pemahaman, komitmen, dan tindakan atas nilai-nilai etika inti. Sekolah dapat, misalnya, mengumpulkan data tentang perilaku berbagai karakter siswa mencakup: kehadiran siswa, perkelahian pelanggaran sekolah dan seterusnya, sekolah juga dapat menilai tiga domain karakter (mengetahui, merasakan, dan berperilaku) melalui kuesioner anonim yang mengukur keputusan moral siswa (apakah kecurangan pada tes yang salah), komitmen moral (“apakah Anda menipu jika Anda yakin Anda tidak akan tertangkap“) dan perilaku moral yang dilaporkan sendiri (berapa kali kamu mengkhianati tes atau tugas utama dalam setahun terakhir). Kuesioner
tersebut dapat diberikan pada awal inisiatif karakter sekolah untuk mendapatkan data dasar dan lagi pada poin nanti untuk menilai kemajuan.

C.   Metode Pendidikan Karakter

Supriadi (2009) dalam Program Pendidikan Karakter di Lingkungan BPK PENABUR Jakarta menjelaskan metode penanaman karakter sebagai berikut:
1) Mengajar untuk berpikir.
2). Menguatkan nilai diri yang bertumpu pada penerimaan kita oleh Tuhan karena kasih-Nya (Christ based self-esteem). Berdasarkan hal ini kita mengasihi orang lain.
3). Membantu menguasai perasaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
4). Mengembangkan lebih banyak sikap kristiani.
5). Membuka diri terhadap hubungan saling mempedulikan antarsesama.
6). Mengembangkan karunia untuk melayani dan memimpin.
7). Mengajarkan untuk setia dalam pelayanan pendidikan.

D. Pendidikan karakter dalam pendidikan islam

Pendidikan karakter merupakan langkah penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri individu maupun bangsa. Tetapi penting untuk segera dikemukakan bahwa pendidikan karakter harusah melibatkan semua pihak; rumahtangga dan keluarga; sekolah; dan lingkungan sekolah lebih luas (masyarakat). Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali hubungan dan educational network yang nyaris terputus antara ketiga lingkungan pendidikan ini.

Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan  Anas r.a, keluarga yang baik memiliki empat ciri. Pertama, keluarga yang memiliki semangat (ghirah) dan kecintaan untuk mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemudian mengamalkan dan mengaktualitaskannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, keluarga dimana setiap anggotanya saling menghormati dan menyayangi;saling asah dan asuh. Ketiga, keluarga yang dari segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-lebihan; tidak ngoyo atau tidak serakah dalam usaha mendapatkan nafkah; sederhana atau tidak konsumtif dalam pembelanjaan. Keempat, keluarga yang sadar akan kelemahan dan kekurangannya.
Pembentukan watak dan pendidikan karakter melalui sekolah, dengan demikian, tidak bisa dilakukan semata-mata melalui membelajaran pengetahuan, tetapi melalui penanaman atau pendidikan nilai-nilai.

Lingkungan masyarakat luas juga memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Dari perspektis Islam, menurut Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan  mereka terbatas pada “kini dan di sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas pada kini dan di sini pula.

Dalam konteks itu, Al-Qur’an dalam banyak ayatnya menekankan tentang kebersamaan anggota masyarakat menyangkut pengalaman sejarah yang sama, tujuan bersama, gerak langkah yang sama, solidaritas yang sama.

Tujuan pendidikan karakter semestinya diletakkan dalam kerangka gerak dinamis diakletis, berupa tanggapan individu atau impuls natural (fisik dan psikis), sosial, kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempa dirinya menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi manusiawi.

Daftar Pustaka

Doni Koesoema A., Pendidiakn Karakter, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 79

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Persepektif lslam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 11.

Agus Wibowo dan Sigit Purnama, Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, hlm. 34

http://ristiananisa.blogspot.com/2017/11/pendidikan-karakter-dalam-perspektif.html?m=1 (diakses pada tanggal 18 november 2019)
Fihris, Pendidikan Karakter di Madrasah Salafiyah, (Semarang: PUSLIT IAIN Walisongo, 2010), hlm. 55

Post a Comment for "Makalah Pendidikan Karakter | Kapita Selekta PAI"