Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TAK WAJIB DIJAWAB SALAM YANG DIDAHULUI DENGAN BASMALAH


Jarang bahkan mungkin tidak akan kita jumpai kiyai-kiyai sepuh NU dalam menyampaikan Mau'idzoh atau acara-acara yang lain membaca basmalah sebelum salam. Narasi pidato yang lazim dilingkungan Nahdliyyin ialah salam, hamdalah, sholawat kemudian salam penghormatan, bila kita bandingkan dengan narasi pidato timur tengah yang mengunakan Bahasa arab biasanya diawali dengan basmalah, hamdalah sholawat lalu salam. Narasi pidato dengan mendahulukan basmalah daripada salam bila kita amati kini menjadi trand baru, kita akan mudah menemukan narasi pidato yang demikian itu dari ustadz-ustadz di televisi atau ustadz-ustadz muda lainnya baik dari kalangan Nahdliyyin atau selainya. Dari itu patut dipertanyakan apa hukum basmalah sebelum salam ? dan wajib kah dijawab salam yang didahului dengan basmalah ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut sebelumnya kita bahas tentang basmalah terlebih dahulu, Nabi Muhammad saw bersabda, 

كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ بـ {بسم الله الرحمن الرَّحِيمِ} أَقْطَعُ

Artinya: “Setiap perkara yang mengandung kemuliaan yang tidak dimulai dengan {‎بسم الله الرحمن‎ ‎الرحيم‎} itu terputus (dari keberkahan, pen)”. (HR. ‘Abdul Qadir Al-Ruhawi dalam kitab Al-Arba’in, ‎dari Abu Hurairah)‎

Hadits tersebut menegaskan kesusahan untuk memulai dengan basmalah setiap perkara yang mengandung kemuliaan. Terkait dengan hadits di atas, Syaikh Ibrahim Al-Baijuri memberikan penjelasan, bahwa “Dan ‎disyaratkan perkara tersebut bukan berupa dzikir murni seperti bacaan Al-Qur`an dengan ‎gambaran secara asalnya memang bukan berbentuk dzikir, atau berbentuk dzikir tetapi tidak murni, ‎maka disunnahkan membaca Basmalah, berbeda dengan dzikir murni seperti kalimat "لا إله إلا الله". Dan (disyaratkan juga) bukan berupa hal yang oleh syar'i (pembuat syari’at) ‎ditetapkan keberadaannya diawali dengan selain Basmalah dan Hamdalah, seperti shalat yang telah ‎dijadikan permulaannya selain Basmalah dan Hamdalah, yaitu Takbir”.‎ (Syaikh Ibrahim Al-Baijuri Hasyiyah Al-Baijuri, [Bairut, Daar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah:tt] juz I, halaman 19). 

Kemudian terkait dengan salam sesuai keterangan Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’, beliau menerangkan,

السُّنَّةُ أَنْ يَبْدَأَ بِالسَّلَامِ قَبْلَ كُلِّ كَلَامٍ وَالْأَحَادِيثُ الصَّحِيحَةُ الْمَشْهُورَةُ وَعَمَلُ الْأُمَّةِ عَلَى وَفْقِ هَذَا مِنْ ‏الْمَشْهُورَاتِ فَهَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ فِي الْمَسْأَلَةِ

 ‎‎”Sunnah yaitu memulai dengan Salam sebelum setiap perkataan ini sesuai dengan hadis-hadis shohih, mashur dan kebiasaan umat. Pendapat ini adalah pendapat yang mu’tamad dalam permasalahan ini”. )Abu Zakariza Yahya bin Syarof An-Nawawi, Syarh Al-Majmu’ [Bairut, Daar Fikr: tt] jus 4, halaman 598).

Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar, halaman 168 dalam menjelaskan permasalahan ini senada dengan keterangan yang ada di kitab Majmu’. Syekh Muhammad bin 'Allan Asy Syafi'I pensyarah kitab Al-Adzkar An-Nawawiah menjelaskan dalam kitabnya Al-Futuhat Al-‎Rabbaniyyah,

قوله: ‏‏(السلام قبل الكلام) أي لأنه تحية يبدأ به فيفوت بالافتتاح بالكلام كتحية المسجد فإنها قبل الجلوس وتفوت به. إهـ

“Perkataan mushonif (salam sebelum perkataan) Karena ia (salam) merupakan penghormatan yang dibuat permulaan. ‎Lantas (kesunnahan ini) akan hilang sebab pembukaan dengan suatu pembicaraan, seperti halnya ‎shalat Tahiyyat Al-Masjid, sungguh ia (dilakukan) sebelum duduk, maka ia akan hilang oleh sebabnya”.‎ (Syaikh Muhammad bin 'Allan Asy Syafi'I, Al-Futuhat Al-‎Rabbaniyyah [Bairut, Darul kutub ilmiyah: tt] juz 4, halaman 212).

Selanjutnya terkait pembahasan ini Syekh Abu Ala’ Muhammad Abdu Arrahman dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan bahwa kesunnahan di dalam menyampaikan salam yaitu dengan ‎menjadikan salam sebagai pembukaan atau awalan, karena di dalam memulainya dengan salam mengisyaratkan keselamatan (keamanan), dan tabarruk dengan cara menyebut ‎Asma Allah.

Dari keterangan di atas bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa tidak sunah memulai salam dengan membaca basmalah sebab perkara yang sunah dimulai dengan salam itu syaratnya bukan dzikir yang murni, sedangkan mengucapkan salam pada asalnya merupakan dzikir maka tidak sunah memulai salam dengan basmalah. Ketidak sunahan ini, juga berpengaruh kepada tidak wajib dijawabnya salam yang dimulai dengan basmalah sebab basmalah sebelum salam menjadikan hilangnya kesunahan memulai sebuah perkataan yaitu salam. Hal ini sekaligus mempertegas bahwa yang sudah menjadi budaya dalam lingkungan NU yang dicontohkan oleh kiyai-kiyai sepuh terdahulu adalah yang paling tepat menurut kajian ini sekaligus lebih menyakinkan kita bahwa apapun yang dilakukan kiyai-kiyai sepuh ada pijakan hukum yang kuat. Wallahu a’lam bissowab

*Muhamad Hanif Rahman, pengajar pada Ponpes Al-Iman Bulus  Purworejo dan wakil sekertatis LBM PCNU Kab. Purworejo.

Post a Comment for "TAK WAJIB DIJAWAB SALAM YANG DIDAHULUI DENGAN BASMALAH "